Lorem ipsum gravida nibh vel velit auctor aliquetn sollicitudirem quibibendum auci elit cons equat ipsutis sem nibh id elit. Duis sed odio sit amet nibh vulputate cursus a sit amet . Morbi accumsan ipsum velit. Nam nec tellus a odio tincidunt mauris.
auci elit cons equat ipsutis sem nibh id elit. Duis sed odio sit amet nibh vulputate cursus a sit amet . Morbi accumsan ipsum velit. Nam nec tellus a odio tincidunt mauris
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore Lorem ipsum dolor sit amet.
James Smith
Apps Developer
I recommend these courses to everyone, and wish you, guys, luck with the new studies! Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing.
Monica Blews
UX Designer
I am grateful for your wonderful course! Your tutors are the best, and I am completely satisfied with the level of professional teaching.
Eleanor Baker
CFO Apple Corp
Pembinaan karakter merupakan salah satu pilar utama pendidikan yang dilakukan sejak dini di Jepang. <i>Hoikuen </i>atau setingkat penitipan anak merupakan yurisdiksi Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Jepang, sedangkan <i>y</i><i>ochien</i> atau TK, diawasi oleh Kementrian Pendidikan Jepang. Meski dilaksanakan oleh kementerian yang berbeda, aktivitas di dua jenis sekolah ini sama-sama ditekankan pada pengembangan kecerdasan sosial dan emosional, serta keseimbangan tubuh dan daya pikir.</p>
<a href="http://s2tp.fkip.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/20/2015/10/Ed09-pendidikan-1-300x224.jpg"><img class="wp-image-467" src="http://s2tp.fkip.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/20/2015/10/Ed09-pendidikan-1-300x224.jpg" alt="Siswa TK di Hiroshima merapikan alas bermain tanpa instruksi ataupun bantuan guru." width="412" height="308" /></a> Siswa TK di Hiroshima merapikan alas bermain tanpa instruksi ataupun bantuan guru.
<p style="text-align: justify">Bersama dengan sekolah, keluarga merupakan faktor utama pengembangan karakter di Jepang. Kerja sama dan komunikasi antara pihak keluarga dan sekolah dilakukan sangat intensif melalui buku sekolah, surat elektronik, atau telepon. Penulis berkesempatan mengikuti upacara hari pertama di salah satu TK di Hiroshima. Upacara berjalan khidmat dan sederhana namun sangat berkesan. Para orangtua mengenakan pakaian terbaiknya, dan mayoritas kedua orangtua datang bersama-sama.</p>
<p style="text-align: justify">Meski orang Jepang terkenal sangat sibuk, mereka merasa “wajib” menghadiri upacara hari pertama sekolah putra-putri mereka. Hal ini menunjukkan perhatian orangtua terhadap pendidikan anak-anaknya serta komitmen mereka terhadap budaya sekolah. Dari sinilah kerjasama, komunikasi serta harmoni antara sekolah dan keluarga demi pendidikan anak mulai terbangun.</p>
<p style="text-align: justify">Di TK, anak-anak menghabiskan waktu dengan beragam permainan yang ditujukan untuk menumbuhkan kepekaan sosial serta semangat kebersamaan, karakter yang kemudian kita lihat melekat pada bangsa Jepang. Guru-guru maupun siswa TK sering memperdengarkan yel-yel seperti ‘<i>tomodachi ni naro’ </i>(mari berteman)<i>, ‘saigo made gambaru</i>’ (berusaha sampai selesai), atau ‘<i>kokoro</i><i> </i><i>kara otagai o tasukete mimashou</i>’ (mari saling menolong dengan tulus).</p>
<p style="text-align: justify">Seluruh aktivitas sekolah selalu dilakukan dengan semangat kebersamaan (<i>tomodachi, shinsetsu, nakayoku</i>), semangat kerja keras (<i>gambaru</i>), antusiasme (<i>genki</i>), dan tanggung jawab (<i>jibun no koto o jibun de suru</i>). Pada akhir pendidikan TK, ketika anak harus memberikan kesan singkat seusai menerima diploma, banyak dari mereka, bahkan hampir semuanya, akan berbicara tentang <i>gambaru, tomodachi, </i>dan <i>jibun no koto o jibun de suru </i>tersebut. Proses internalisasi hasil pendidikan karakter terlihat sangat jelas.</p>
<a href="http://s2tp.fkip.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/20/2015/10/Ed09-pendidikan-3-281x300.jpg"><img class="wp-image-469 size-medium" src="http://s2tp.fkip.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/20/2015/10/Ed09-pendidikan-3-281x300-281x300.jpg" alt="Ed09-pendidikan-3-281x300" width="281" height="300" /></a> Seorang wisudawan TK menyampaikan kesannya di hadapan banyak tamu undangan.
<p style="text-align: justify">Pendidikan karakter tidak bisa sekadar digaungkan di tengah kondisi masyarakat yang seolah sedang hidup di ruang kedap suara. Perlu kesepakatan bersama mengenai pentingnya pendidikan karakter sebelum langkah konkret dapat dilakukan. Memperhatikan dan membina karakter para pendidiknya juga merupakan langkah awal yang tidak dapat diabaikan. Langkah selanjutnya adalah keseriusan membenahi sistem pendidikan.</p>
<p style="text-align: justify">Sistem pendidikan sekarang, yang memaksa sekolah mengejar angka semu melalui jalan pintas dengan mengabaikan proses pembinaan karakter siswa, perlu kita renungkan kembali. Jika pendidikan karakter benar-benar menjadi titik penting pendidikan bangsa, kita tak perlu lagi takut diusir warga sekampung hanya karena menolak praktik menyontek massal.</p>
<p style="text-align: justify"><b>Penulis:</b>
Dian Harnita, menyelesaikan program magister di Graduate School of Education, Hiroshima University, Jepang. Saat ini mengajar di SMPN 2 Jatinangor. Kontak: luvlydheeann22(at)yahoo(dot)com.<b>
</b></p>" e-action-hash="#elementor-action%3Aaction%3Dlightbox%26settings%3DeyJpZCI6NDY2LCJ1cmwiOmZhbHNlLCJzbGlkZXNob3ciOiJhMjEzYjQ5In0%3D" href="#">